Selasa, 03 Februari 2009

Foto_Foto Sang Petualang

Kisah Sang Petualang

February 17, 2008

riyanidjangkaru_top.jpg
“Aku arungi seribu laut, aku daki sejuta gunung,
demi satu KesempurnaanMu, tinggi diatas sana
keagunganMu aku temui, di puncak-puncak dunia”

Anak pertama dari empat bersaudara ini mulai terkenal sejak menjadi presenter Jejak Petualang tayangan TV7 tahun 2002 - 2006. Riyanni semakin terkenal di pertengahan tahun 2005, karena virus dengan namanya menyebar dan menginfeksi banyak komputer.

Adalah seseorang yang bernama Riyani Djangkaru, lulusan Fakultas Hukum Universitas Pakuan Bogor ini sekarang masih bekerja di dunia pertelevisian meski tak lagi menjadi presenter “Jejak Petualang”. Riyanni terlihat di Trans 7 dalam “Redaksi Pagi” sebagai presenter “Jalan Pagi” serta Sportawa.

Awalnya wanita berdarah Garut dan Palembang ini ingin menjadi news presenter. Meski lowongan untuk presenter olahraga telah lewat, Riyanni tetap mengirimkan lamaran. Setelah menyisihkan ratusan orang, wanita dengan tinggi 168 cm ini pun didapuk menjadi presenter Jejak Petualang.

Riyanni menikah dengan Deni Priawan pada bulan Februari 2006. Dari pernikahan ini, mereka telah mempunyai seorang anak, Brahman Ahmad Syailendra.

riyanidjangkaru_a.jpg
(Dulu pas masih di JP - TV7)
riyanidjangkaru_b.jpg
(Mau Naek gunung pa ke mall jeung)
riyanidjangkaru_c.jpg
(Mo bajak sawah apa riyanni ?)
riyanidjangkaru_d.jpg
(Manis Na …)
riyanidjangkaru_e.jpg
(Begaya ne, udah nyampe ranu kumbolo sih)
riyanidjangkaru_g.jpg
(Poto ma suku mana ya?)
riyanidjangkaru_f.jpg
(Puncak Sudirman Jaya Wijaya - 4882 mdpl, dingiin … )
riyanidjangkaru_junior.jpg

“Pengenalan dan Penyatuan Jiwa dengan Alam adalah sebuah perjalanan paling berharga yang aku temui di Jejak Petualang”


Kisah Si Pelancong

Dewa gunung

Reinhold Messner pantas disebut salah satu dewa gunung. Petualang asal Italia ini telah menorehkan sejumlah rekor dalam kancah petualangan dunia. Messner tak pernah bisa diam, ia terus mencari tantangan baru dalam menjelajahi suatu daerah. Umur boleh bertambah, namun semangat berpetualang tak pernah padam.Dunia pendakian gunung salju seakan terhenyak. Sejumlah pendaki pun mencibir. Mereka bilang, mana mungkin itu dapat dilakukan. Komentar miring lainnya: itu sama saja dengan tindakan bunuh diri.

Meski dianggap gila, Messner jalan terus. Ia tetap memegang prinsip: jalani dulu tanpa harus banyak bicara. Cibiran dan cemohaan itu terlontar gara-gara Messner mengutarakan keinginan untuk mendaki gunung di kawasan Himalaya dengan gaya pendakian tradisional di kawasan Alpen, Eropa. Prinsipnya, dalam pendakian ini seorang pendaki hanya berbekal peralatan secukupnya dan melakukan pendakian ala kebut gunung. Persiapan fisik dan mental pendaki sudah dilalukan sejak jauh hari. Begitu sampai di kaki gunung waktu aklimatisasi penyesuaian diri dengan kondisi sekitar - juga tak lama.

Hasilnya, waktu pendakian lebih singkat dan tak ada persiapan rute yang final. Paling penting: haram memakai tabung oksigen. Selanjutnya, gaya ini disebut gaya alpina.Sebelum gaya ini populer, para pendaki dunia memakai gaya pendakian Himalaya. Mereka dibekali dengan berton-ton peralatan, logistik dan punya waktu ekspedisi yang panjang. Tentu saja, semua kebutuhan tadi dibawa porter yang jumlahnya dapat mencapai ratusan orang. Saat tiba di kemah induk (base camp), tim pendaki melakukan proses aklimatisasi.

Beres semua itu, lalu mulai berjalan naik untuk membuka Kemah I dan seterusnya. Untuk menerapkan gaya alpina di Himalaya, Messner menunjuk puncak gunung Gasherbrum I yang dikenal sebagai Hidden Peak�. Gunung ini punya titik tertinggi 8.068 meter dari permukaan laut (mdpl) dan berlokasi di wilayah Pakistan dan Cina. Pada 1975, lelaki yang sempat kuliah di Universitas Padua, Italia mengajak Peter Habeler untuk bergabung dalam ekspedisi ini.

Pada 8 Agustus 1975, Messner dan Habeler memulai pendakian. Keduanya tak bawa tali, tabung oksigen dan hanya berbekal alat panjat pribadi. Hari kedua, mereka tiba di bawah dinding es curam setinggi 1.000 meter. Kemah berikut berdiri setelah lewat dinding tersebut. Messner dan Habeler pun melakukan pemanjatan kilat. Usai pemanjatan gila-gilaan itu, keduanya terserang rasa lelah yang hebat. Saking capeknya, memasang tenda pun terasa sangat sulit. Apalagi acara makan tak ada dalam agenda pendakian.

Hari berikutnya, mereka meninggalkan perlatan dalam tenda. Penyerangan puncak (summit attack) dilakukan dengan hanya membawa kapak es (ice axe), crampoons, kamera dan peralatan medis.Pada hari yang sama, kedua pendaki handal ini meraih puncak. Peter Habeler tiba lebih dulu. Messner menyusul beberapa menit kemudian. Seperti lazimnya pendaki, Messner mengabadikan Habeler saat berada di puncak. Asyiknya, cuaca amat cerah dan mereka pun berpelukan.

Wow! Apa yang didapat ekspedisi Messner dan Habeler itu? Ini merupakan sukses kedua dalam usaha mencapai puncak Gasherbrum I. Namun, yang pertama dengan gaya alpina murni dalam pendakian gunung di atas 8.000 mdpl. Bagi Messner, pada saat itu, tercatat sebagai orang pertama yang sudah menjejak puncak di atas 8.000 mdpl: Nanga Parbat (8.125 mdpl), Manaslu (8.156 mdpl) dan Gasherbrum I.Begitu pendakian beres, Walter Bonati mengucapkan selamat via telegram:

Pendakian alpina yang hebat sekali. Anda berdua adalah satu-satunya orang dalam tahun ini yang berhasil menekan batas maksimal petualangan. Terus BerpetualangMessner tak pernah puas. Ia tetap menorehkan rekor lainnya dalam dunia pendakian. Sebut saja, orang pertama yang sukses menyapu bersih 14 puncak gunung di atas 8.000 meter, orang ketiga yang meraih gelar Ĺ“pendaki tujuh puncak dunia, pendaki pertama yang melakukan pendakian solo dan tanpa doping oksigen untuk meraih puncak Everest dan lainnya.

Pria yang meyakini keberadaan yeti sejenis makhluk yang menyerupai beruang di Tibet tak hanya dikenal sebagai pendaki gunung. Pada 1990, ia sukses melintasi benua Antartika dengan jalan kaki selama 92 hari via the South Pole sejauh 2.800 km. Dau tahun berikut, melintasi gurun Takla Maran, lalu ekspedisi ke Greenland sejauh 2.200 km. Di balik sukses tentu ada pula cerita sedih.

Kesedihan pertama Messner ketika berekspedisi ke Nanga Parbat, Pakistan. Di situ, petualang juga gape motret dan menulis buku itu harus menerima kenyataan, sang adik Gunther Messner meninggal dunia. Gunther tewas lantaran kejatuhan salju longsor (avalanche) di dekat kemah induk. Padahal, keduanya sudah menejak puncak via dinding Rupal (Rupal Face). Untuk melupakan kejadian itu, Messner butuh waktu bertahun-tahun.Tragedi kedua terjadi di Manaslu (8163 mdpl), Nepal pada 1972. Messner dituduh menjadi penyebab hilangnya dua rekan pendaki dalam tim ekspedisi yang dipimpin Wolfgang Nairz.

Franz Jager hilang dalam perjalanan turun bersama Messner. Raga Jager tak juga ditemukan setelah hilang dihantam badai salju. Dalam usaha pencarian itu, anggota ekspedisi lainnya: Andi Schlick ikut menghilang. Messener dan Horst Frankhauser sudah mencari, namun hasilnya nihil. Maklum saja, kondisi cuaca pada saat itu betul-betul buruk.Usai pendakian, sejumlah tulisan menyalahkan Messner.

Sialnya, tulisan itu dibuat oleh orang-orang yang belum pernah berekspedisi ke gunung 8.000 meter. Seluruh anggota tim mendukung Messner untuk menulis cerita yang sebenarnya. Namun, ia kadung trauma. Sejak itu, ia berjanji tak lagi ikut dalam ekspedisi berjumlah besar. Messner juga sempat gagal menaklukan Lhotse (8516 mdpl), Nepal/Cina pada 1975. Lalu gagal pada pendakian ke Makalu (8463 mdpl), Nepal/Cina tahun 1986. Tapi masih dalam tahun yang sama, kedua hutang tadi langsung dibayar lunas.


Pengalaman Melancong

PETUALANGAN


Menyelam di Pulau Banda
Pulau Banda merupakan salah satu daerah tujuan wisata yang terkenal di Indonesia untuk para penyelam. Baik penyelam yang ahli maupun yang pemula akan menikmati area menyelam mulai dari area dengan kedalaman yang dangkal antara Banda Neira dan Gunung Api sampai dengan tembok vertikal di Pulau Hatta.

photo: www.kebumen.go.id
Berpetualang di dalam Gua Petruk, Kebumen
Di kawasan wisata eko-karst Gombong Selatan,Kebumen, terdapat gua alami yang dinamakan Gua Petruk. Gua ini berada di dukuh Mandayana Desa Candirenggo Kecamatan Ayah, kabupaten Kebumen, atau sekitar 4,5 km dari Jatijajar menuju ke arah selatan.


Temukan Surga Tropis di Pulau Derawan, Kalimantan Timur.
Sebuah pulau dengan permukaan air laut berwarna gradasi biru dan hijau yang memukau, hamparan pasir nan lembut, barisan pohon kelapa di pesisir pantai, dengan hutan kecil di tengah-tengah pulau yang merupakan habitat dari bermacam jenis tumbuhan dan hewan serta keindahan alam bawah laut yang mempesona.

Seekor Komodo
Mengejar "Naga" di Pulau Komodo
Komodo sering disebut sebagai "naga komodo" karena hewan ini memang sejenis kadal yang paling besar di dunia ini. Sebenarnya komodo sendiri jauh dari citra naga. Walaupun seekor komodo (Varanus komodoensis) memang memiliki tubuh yang besar (komodo dewasa dapat memiliki tinggi sekitar 3 meter dengan berat kurang lebih 70 kilogram. Komodo itu sendiri tidaklah sebuas anggapan kebanyakan orang.


Pengalaman di Bunaken, Sulawesi
Bunaken merupakan salah satu tempat menyelam paling menakjubkan di seluruh dunia. Di sekitar Bunaken, banyak juga tempat menyelam yang merupakan favorit para penyelam—baik yang pemula maupun yang profesional. Di antaranya adalah Manado Tua, Pulau Siladen, dan Selat Lembeh.

Mendaki Gunung

Mendaki gunung diperlukan persiapan yang cukup. Seringkali kegiatan latihan fisik tidak disiapkan dengan baik. Dalam mendaki gunung ditentukan oleh faktor ekstern dan intern. Kebugaran fisik mutlak diperlukan.

Pendaki gunung legendaris asal Inggris, Sir George Leigh Mallory, kerap menjawab pendek pertanyaan mengapa ia begitu “tergila-gila” naik gunung. “Because it is there,” ujarnya. Jawaban itu menggambarkan betapa luas pengalamannya mendaki gunung dan bertualang.

Selain jawaban itu, masih banyak alasan mengapa seseorang mendaki gunung atau menggeluti kegiatan petualangan lainnya. Mereka punya alasan lebih panjang dari Mallory. Dalam halaman awal buku pegangan petualangan yang dimiliki seluruh anggotanya tertulis, “Nasionalisme tidak dapat tumbuh dari slogan atau indoktrinasi. Cinta tanah air hanya tumbuh dari melihat langsung alam dan masyarakatnya. Untuk itulah kami naik gunung”.

Yang jelas, tidak seorang petualang alam-komunitas di Indonesia lebih senang menggunakan istilah pencinta alam-melakukan kegiatan itu dengan alasan untuk gagah-gagahan. Karena bukan untuk gagah-gagahan, maka sebaiknya tidak ada istilah “modal nekad” dalam mendaki gunung.

Bagaimanapun, gunung dengan rimba liarnya, tebing terjal, udara dingin, kencangnya angin yang membuat tulang ngilu, malam yang gelap dan kabut yang pekat bukanlah habitat manusia modern. Bahaya yang dikandung alam itu akan menjadi semakin besar bila pendaki gunung tidak membekali diri dengan peralatan, kekuatan fisik, pengetahuan tentang alam, dan navigasi yang baik. Tanpa persiapan yang baik, naik gunung tidak bermakna apa-apa.

Secara umum, ada dua faktor yang mempengaruhi berhasil tidaknya pendakian gunung yaitu :


  1. Faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar diri pendaki. Cuaca, kondisi alam, gas beracun yang dikandung gunung dan sebagainya yang merupakan sifat dan bagian alam. Karena itu, bahaya yang mungkin timbul seperti angin badai, pohon tumbang, letusan gunung atau meruapnya gas beracun dikategorikan sebagai bahaya objektif (objective danger). Seringkali faktor itu berubah dengan cepat di luar dugaan manusia.Tidak ada seorang pendaki pun yang dapat mengatur bahaya objektif itu. Namun dia dapat menyiapkan diri menghadapi segala kemungkinan itu.
  2. Faktor Intern
    Faktor yang berasal dari diri pendaki yang memncakup segala persiapan, dan kemampuannya faktor kedua ini yang berpengaruh pada sukses atau gagalnya mendaki gunung.

Bila pendaki tidak mempersiapkan pendakian, maka dia hanya memperbesar bahaya subyektif. Misalnya, bahaya kedinginan karena pendaki tidak membawa jaket tebal atau tenda untuk melawan dinginnya udara dan kencangnya angin. Tidak bisa ditawar, mendaki gunung adalah kegiatan fisik berat. Karena itu, kebugaran fisik adalah hal mutlak. Untuk berjalan dan menarik badan dari rintangan dahan atau batu, otot tungkai dan tangan harus kuat.

Untuk menahan beban ransel, otot bahu harus kuat. Daya tahan (endurance) amat diperlukan karena dibutuhkan perjalanan berjam-jam hingga hitungan hari untuk bisa tiba di puncak. Bila tidak biasa berolahraga, calon pendaki sebaiknya melakukan jogging dua atau tiga kali seminggu, dilakukan dua hingga tiga minggu sebelum pendakian. Mulailah jogging tanpa memaksa diri, misalnya cukup 30 menit dengan lari-lari santai.

Sabtu, 31 Januari 2009

Melancong Ke Kota Dublin

Melancong ke negeri Irlandia, di situ terdapat kota yang memiliki khas multi etnik, di mana terdapat gedung-gedung bergaya arsitektur Georgian. Kota ini bernama Dublin, dan ternyata daerah ini juga dijadikan salah satu tujuan wisata tervaforit di Irlandia. Karena itulah, banyak restaurant dan bar bermunculan di Dublin. Dengan begitu, bisa menambah pesona kota ini, sehingga bisa menarik lebih banyak lagi turis untuk singgah di sana.
Dublin yang merupakan ibukota negara Irlandia yang terletak di area Sungai Liffey pun menjadi sanagt menarik dengan adanya berbagai jembatan yang melintasi kota seperti jembatan O'Connell yang menjadi jalan utama untuk memasuki kota ini.
Selain itu juga, banyak bangunan-bangunan yang memiliki historikal bersejarah antara lain monumen, museum, dan masih banyak lagi bangunan yang memiliki nilai sejarah tinggi ini. Ada juga gereja-gereja tua yang unik nan indah di sana. Seperti, Gereja Katedral saint Patrick yang merupakan gereja terbesar dan termegah di Dublin serta mumupuk predikat gereja Protestan terbesar di negara Irlandia.
Tempat-tempat lain yang dapat dan biasa dikunjungi para turis yang berkunjung ke Dublin juga tak kalah menariknya seperti Universitas Dublin dan Bank of Ireland yang merupakan bangunan tertua kedua di negara tersebut setelah gereja katedral Saint Patrick.

Info Melancong


Melancong sambil Menginjak Nisan Pengkhianat di Imogiri

YOGYAKARTA – Perry, wisatawan asal Belanda, dan empat rekannya terlihat terengah-engah mendaki anak tangga demi anak tangga di pemakaman raja-raja Mataram di Imogiri, Bantul. Lima turis itu memang sengaja mengunjungi makam raja-raja penguasa Tanah Jawa itu untuk membuktikan dengan mata kepala mereka sendiri bagaimana kultur masyarakat Jawa dalam menghargai raja mereka, dan di sisi lain bagaimana pula para raja itu menyikapi diri sebagai penguasa tertinggi.

Jika para turis itu tampak kelelahan, hal itu amat wajar karena tangga yang mereka lewati kemiringannya sekitar 45 derajat dan jauhnya mencapai sekitar 200 meter! Sah-sah saja jika masyarakat Jawa menyebut anak tangga yang menuju Makam Imogiri adalah Trap Sewu - artinya tangga seribu. Bisa dibayangkan jika kita mendaki bukit tanpa henti dalam seribu langkah, hasilnya yang pasti adalah lelah. Setiap orang pun akan lelah karena mendaki dari kaki bukit. Dan tangga itu sendiri bukan berjumlah seribu, hanya lantaran banyaknya maka dianggap seribu. Berada sekitar 20 kilometer di sisi selatan kota Yogyakarta, bukit Imogiri benar-benar menyimpan misteri setelah dijadikan makam raja-raja Mataram. Berbeda dengan bukit-bukit lainnya di bagian selatan Yogyakarta yang kebanyakan sudah gundul, maka karena kesakralan makam itu, pepohonan di Imogiri tumbuh subur. Ada pohon jati yang berusia 300 tahun lebih, ada pula pohon beringin, kepel, pala, bambu, dan pepohonan lain yang tumbuh tak terusik tangan manusia. Kicau burung, angin semilir yang sejuk, merupakan hasil keseimbangan ekosistem yang terjaga lantaran kesakralan itu.


Pakaian Jawa
Dibangun pada sekitar tahun 1632 Masehi oleh Sultan Agung, raja Mataram Islam terbesar, bangunan makam lebih bercorak bangunan Hindu. Pintu gerbang makam dibuat dari susunan batu bata merah tanpa semen yang berbentuk candi Bentar. Mirip sebuah candi Hindu yang dibelah menjadi dua bagian. Yang menarik adalah, Makam Imogiri - juga disebut Pajimatan Imogiri - terbagi menjadi tiga bagian. Jika kita datang menghadap ke makam itu, maka pada bagian tengah adalah makam Sultan Agung dan Susuhunan Paku Buwono I. Lalu di sebelah kanan berderet bangunan makam para sultan Kraton Yogyakarta, mulai dari Sultan Hamengku Buwono I, II, III yang disebut Kasuwargan. Disusul di sebelah kanan makam Sultan Hamengku Buwono IV,V, dan VI yang dinamakan Besiaran. Dan paling akhir di sisi paling kanan adalah makam Sultan HB VII, VIII, dan IX yang disebut Saptorenggo. Pada sisi kiri berturut-turut adalah makam para sunan dari Kraton Surakarta, mulai dari Susuhunan Paku Buwono III (abang Sultan HB I) hingga Susuhunan Paku Buwono XI. Khusus makam Sultan Hamengku Buwono II, jenazahnya dimakamkan di Makam Senopaten di Kotagede, Yogyakarta, di dekat makam raja Mataram I, Panembahan Senopati yang ketika muda bernama Sutawijaya atau Panembahan Loring Pasar. Memasuki makam raja-raja Mataram jelas tidak sama dengan memasuki pemakaman umum. Setiap makam raja memiliki bangunan khusus dan berada di tataran yang khusus pula. Sebagai contoh, untuk masuk ke makam Sultan Agung, maka selain harus mengenakan pakaian adat Jawa (peranakan), kita harus melepas alas kaki, juga harus melalui tiga pintu gerbang. Bahkan yang bisa langsung berziarah ke nisan para raja itu pun terbatas pada keluarga dekat raja atau masyarakat lain yang mendapat izin khusus dari pihak Kraton Yogyakarta dan Kraton Surakarta. Oleh karena itu, peziarah awam yang tidak siap mengenakan pakaian adat Jawa, terpaksa hanya bisa melihat pintu gerbang pertama yang dibuat dari kayu jati berukir dan bertuliskan huruf Jawa berusia ratusan tahun, dengan grendel dan gembok pintu kuno. Hanya para juru kunci pemakaman itu yang bisa membuka gerbang tersebut. Jika toh masyarakat awam bisa melihat ”isi” di balik pintu gerbang pertama, itu pun ketika keluarga raja datang, pintu gerbang dibuka lebar, dan masyarakat bisa melongok sebentar sebelum gerbang itu ditutup. Rasa penasaran itu pula yang menyebabkan misteri makam raja Mataram tetap terpelihara. Makam Pengkhianat Kisah terpisahnya makam raja-raja Yogyakarta dan Surakarta itu berkaitan dengan pemberontakan Pangeran Mangkubumi terhadap abangnya, Sunan Pakubuwono III di Kartasura (Mataram). Sejarah mencatat, Sunan Paku Buwono III kala itu berada dalam cengkeraman kekuasaan Belanda. Pangeran Mangkubumi memberontak. Peperangan itu berakhir dengan Perjanjian Giyanti pada tahun 1755. Mataram dibagi dua. Di sisi barat adalah daerah Yogyakarta dan di sisi timur wilayah Surakarta. Pangeran Mangkubumi pun kemudian mengangkat dirinya sebagai Sultan Yogyakarta dengan gelar Sultan Hamengku Buwono I. Sejak itu pula prosesi pemakaman raja-raja keturunan Sultan Agung pun dibagi di dua tempat, di sisi kiri dan kanan makam Sultan Agung. Selain makam para raja itu, ternyata di salah satu tangga menuju makam itu terdapat sebuah nisan yang sengaja dijadikan tangga agar selalu diinjak oleh para peziarah. Nisan itu berada sekitar 10 meter dari pintu gerbang utama. Itulah nisan makam Tumenggung Endranata. Tumenggung itu dianggap mengkhianati Mataram dalam kisah perang melawan Belanda semasa pemerintahan Sultan Agung. Sebagai raja terbesar di Mataram, Sultan Agung kala itu berhasil menyatukan seluruh wilayah di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Setelah itu perhatiannya mengarah kepada musuh-musuh berasal dari luar, yaitu Belanda yang telah menguasai Jayakarta (Batavia/Jakarta). Pada tahun 1628 dan 1929 bala tentara Sultan Agung menyerang Jayakarta. Akan tetapi dua kali serangan itu gagal. Konon, salah satu penyebab kegagalan itu adalah ulah Tumenggung Endranata yang membocorkan siasat pertempuran. Keberadaan lumbung-lumbung bahan pangan untuk prajurit Mataram dibocorkan ke pihak musuh. Akibatnya, lumbung-lumbung itu kemudian dibakar tentara Belanda. Tumenggung itu kemudian ditangkap dan dipenggal kepalanya. Untuk mengenang dan sekaligus memperingatkan kepada rakyat Mataram agar pengkhianatan itu tidak terjadi lagi, tubuh tanpa kepala Tumenggung itu dikubur di salah satu kaki tangga ke Makam Imogiri agar semua orang bisa menginjak ”tubuh” pengkhianat itu. Di sisi lain, meski serangan Sultan Agung itu gagal, namun Gubernur Jenderal Belanda di Jayakarta, JP Coen, berhasil dibunuh. Nisan yang dijadikan batu tangga itu pun kini bentuknya sudah berlekuk lantaran terlalu banyak yang menginjak. Namun ada juga cerita versi lain. Badan tanpa kepala yang dikubur di tangga Imogiri itu adalah tubuh JP Coen sendiri sebagai simbol kebencian terhadap penjajahan. Mana yang benar, belum diketahui pasti. Akan tetapi penuturan cerita itu begitu saja meluncur dari para pemandu wisata. Bakar KemenyanBagi yang percaya, terutama masyarakat Jawa, rasanya tidak lengkap jika datang ke Makam Imogiri tidak disertai permohonan. Apakah ini yang disebut sinkretisme atau istilah apa pun, yang jelas masih banyak peziarah yang melakukan itu. ”Setiap malam Jumat Kliwon, malam Selasa Kliwon banyak peziarah yang datang ke sini. Mereka datang sejak siang atau sore kemudian menghabiskan malam hari dengan bertirakat di sini,” tutur Kanjeng Raden Tumenggung Resowinoto, Bupati Puralaya, pejabat kraton yang mengurusi pemakaman di Imogiri kepada SH. Menurut seorang pemandu wisata Sri Sumiyati, para peziarah itu banyak yang berasal dari Cilacap, Indramayu, dan Banyumas. ”Mereka percaya dengan berdoa di Makam Imogiri apa yang mereka inginkan terkabul. Para peziarah itu lebih berkiblat kepada raja-raja Yogyakarta,” tuturnya. Para peziarah itu, biasanya menghabiskan waktu di malam-malam sepi itu di beberapa bangunan mirip pendapa yang ada di kawasan itu. Baik itu yang dibangun oleh pihak Kasunanan Surakarta maupun Kasultanan Yogyakarta. Percaya atau tidak, setiap bulan Sura (Muharram), banyak peziarah yang datang ke Makam Imogiri. Meskipun di dalam ajaran Islam tidak dikenal ritual membakar kemenyan, toh para peziarah banyak yang membakar kemenyan wangi dan dupa wangi di sana. Akulturasi budaya antara Hindu, Jawa, dan Islam begitu kental di pemakaman raja-raja Mataram ini. Akulturasi budaya itu justru menciptakan kedamaian. Tidak ada konflik di sana. Semua mengalir dalam damai. Dan malam-malam penuh doa itu pun berjalan lancar hingga pagi. Para peziarah pulang dengan hati lapang dengan harapan: semoga permohonan ini diterima oleh Yang di Atas. Lonceng GerejaSah-sah saja jika di Makam Imogiri itu dibangun sebuah mesjid dan di samping mesjid ada makam Kyai Tumenggung Tjitrokoesoemo, seorang arsitek zaman pemerintahan Sultan Agung yang membangun Makam Imogiri tersebut. Lalu, ada pula lonceng gereja yang selalu didentangkan untuk menunjukkan waktu. Dua bangunan itu masih tampak baru. Bagi peziarah tampaknya tidak komplet jika belum menikmati minuman ”wedang cengkeh” yang dijual penduduk setempat di sana. Minuman itu rasanya khas, dan jelas tidak dijumpai di daerah lain. Minuman ini terbuat dari gula merah alias gula jawa, gula batu, daun cengkeh, daun pala, dan kulit kayu manis. Begitu diseduh dengan air panas akan muncul aroma sedap. ”Minuman ini hanya ada di Imogiri, Mas. Harganya murah, hanya Rp 1.000 per gelas besar. Jika ingin bawa pulang, bisa, satu plastik ramuan itu hanya Rp 750,” kata Rahayu Ningsih, ibu beranak tiga yang menjual minuman itu. Dan tentu saja, selain minuman itu masih ada lagi makanan khas Jawa lainnya seperti jadah (ketan tumbuk), tempe dan tahu bacem, serta pisang rebus. Nah, untuk datang ke Makam Imogiri akhirnya harus berbekal doa, pakaian adat Jawa, dan stamina prima. Kompleks itu memang amat luas. Dan satu lagi, tentu saja jangan lupa membawa pulang ramuan wedang cengkeh sebagai cindera mata nan sedap. (SH/ su herdjoko)

Tips & TricK Melancong


Tips Aman dan nyaman
Beberapa tips lain yang mungkin bisa Anda terapkan agar perjalanan dengan bus malam dapat berjalan dengan lancar.
1. Berdoa sebelum berangkat semoga perjalanan di lalui dengan lancar.
2. Membeli makanan atau minuman untuk persedian di atas bus.
3. Menjaga dan waspada dengan barang berharga.
4. Bisa mandi atau berseka dahulu untuk kesegaran dan tidak mengganggu penumpang lain.
5. Jangan berdandan atau berpakaian yang mencolok mata karena berpotensi Anda menjadi korban tindak keriminal.
6. Beli tiket lebih awal agar Anda bisa memilih tempat duduk yang nyaman. Pilihlah tempat duduk di tengah untuk kenyamanan selama perjalanan. Memilih tempat duduk yang psosinya pas di atas roda kurang tepat karena selama duduk Anda akan ter’lempar’ atau ter’banting’.
7. Minum obat anti mabuk jika Anda tipe orang yang mudah mabuk perjalanan.
8. Memilih kelas bus adalah pilihan Anda, jika membeli kelas SE (Super Executive) atau Executive tentunya ada perbedaan dalam pelayanan dan kenyamanan.
9. Bersyukur kepada Tuhan YME jika Anda sudah tiba di tujuan dengan selamat.
10. Hubungi saudara, teman atau orang yang Anda percaya nama bus, nomer polisi bus, jadwal keberangakatan dan tiba agar jika terjadi masalah atau sesuatu yang tidak di harapkan Anda bisa segera mendapat bantuan atau pertolongan dengan cepat dan mudah.