Sabtu, 31 Januari 2009

Melancong Ke Kota Dublin

Melancong ke negeri Irlandia, di situ terdapat kota yang memiliki khas multi etnik, di mana terdapat gedung-gedung bergaya arsitektur Georgian. Kota ini bernama Dublin, dan ternyata daerah ini juga dijadikan salah satu tujuan wisata tervaforit di Irlandia. Karena itulah, banyak restaurant dan bar bermunculan di Dublin. Dengan begitu, bisa menambah pesona kota ini, sehingga bisa menarik lebih banyak lagi turis untuk singgah di sana.
Dublin yang merupakan ibukota negara Irlandia yang terletak di area Sungai Liffey pun menjadi sanagt menarik dengan adanya berbagai jembatan yang melintasi kota seperti jembatan O'Connell yang menjadi jalan utama untuk memasuki kota ini.
Selain itu juga, banyak bangunan-bangunan yang memiliki historikal bersejarah antara lain monumen, museum, dan masih banyak lagi bangunan yang memiliki nilai sejarah tinggi ini. Ada juga gereja-gereja tua yang unik nan indah di sana. Seperti, Gereja Katedral saint Patrick yang merupakan gereja terbesar dan termegah di Dublin serta mumupuk predikat gereja Protestan terbesar di negara Irlandia.
Tempat-tempat lain yang dapat dan biasa dikunjungi para turis yang berkunjung ke Dublin juga tak kalah menariknya seperti Universitas Dublin dan Bank of Ireland yang merupakan bangunan tertua kedua di negara tersebut setelah gereja katedral Saint Patrick.

Info Melancong


Melancong sambil Menginjak Nisan Pengkhianat di Imogiri

YOGYAKARTA – Perry, wisatawan asal Belanda, dan empat rekannya terlihat terengah-engah mendaki anak tangga demi anak tangga di pemakaman raja-raja Mataram di Imogiri, Bantul. Lima turis itu memang sengaja mengunjungi makam raja-raja penguasa Tanah Jawa itu untuk membuktikan dengan mata kepala mereka sendiri bagaimana kultur masyarakat Jawa dalam menghargai raja mereka, dan di sisi lain bagaimana pula para raja itu menyikapi diri sebagai penguasa tertinggi.

Jika para turis itu tampak kelelahan, hal itu amat wajar karena tangga yang mereka lewati kemiringannya sekitar 45 derajat dan jauhnya mencapai sekitar 200 meter! Sah-sah saja jika masyarakat Jawa menyebut anak tangga yang menuju Makam Imogiri adalah Trap Sewu - artinya tangga seribu. Bisa dibayangkan jika kita mendaki bukit tanpa henti dalam seribu langkah, hasilnya yang pasti adalah lelah. Setiap orang pun akan lelah karena mendaki dari kaki bukit. Dan tangga itu sendiri bukan berjumlah seribu, hanya lantaran banyaknya maka dianggap seribu. Berada sekitar 20 kilometer di sisi selatan kota Yogyakarta, bukit Imogiri benar-benar menyimpan misteri setelah dijadikan makam raja-raja Mataram. Berbeda dengan bukit-bukit lainnya di bagian selatan Yogyakarta yang kebanyakan sudah gundul, maka karena kesakralan makam itu, pepohonan di Imogiri tumbuh subur. Ada pohon jati yang berusia 300 tahun lebih, ada pula pohon beringin, kepel, pala, bambu, dan pepohonan lain yang tumbuh tak terusik tangan manusia. Kicau burung, angin semilir yang sejuk, merupakan hasil keseimbangan ekosistem yang terjaga lantaran kesakralan itu.


Pakaian Jawa
Dibangun pada sekitar tahun 1632 Masehi oleh Sultan Agung, raja Mataram Islam terbesar, bangunan makam lebih bercorak bangunan Hindu. Pintu gerbang makam dibuat dari susunan batu bata merah tanpa semen yang berbentuk candi Bentar. Mirip sebuah candi Hindu yang dibelah menjadi dua bagian. Yang menarik adalah, Makam Imogiri - juga disebut Pajimatan Imogiri - terbagi menjadi tiga bagian. Jika kita datang menghadap ke makam itu, maka pada bagian tengah adalah makam Sultan Agung dan Susuhunan Paku Buwono I. Lalu di sebelah kanan berderet bangunan makam para sultan Kraton Yogyakarta, mulai dari Sultan Hamengku Buwono I, II, III yang disebut Kasuwargan. Disusul di sebelah kanan makam Sultan Hamengku Buwono IV,V, dan VI yang dinamakan Besiaran. Dan paling akhir di sisi paling kanan adalah makam Sultan HB VII, VIII, dan IX yang disebut Saptorenggo. Pada sisi kiri berturut-turut adalah makam para sunan dari Kraton Surakarta, mulai dari Susuhunan Paku Buwono III (abang Sultan HB I) hingga Susuhunan Paku Buwono XI. Khusus makam Sultan Hamengku Buwono II, jenazahnya dimakamkan di Makam Senopaten di Kotagede, Yogyakarta, di dekat makam raja Mataram I, Panembahan Senopati yang ketika muda bernama Sutawijaya atau Panembahan Loring Pasar. Memasuki makam raja-raja Mataram jelas tidak sama dengan memasuki pemakaman umum. Setiap makam raja memiliki bangunan khusus dan berada di tataran yang khusus pula. Sebagai contoh, untuk masuk ke makam Sultan Agung, maka selain harus mengenakan pakaian adat Jawa (peranakan), kita harus melepas alas kaki, juga harus melalui tiga pintu gerbang. Bahkan yang bisa langsung berziarah ke nisan para raja itu pun terbatas pada keluarga dekat raja atau masyarakat lain yang mendapat izin khusus dari pihak Kraton Yogyakarta dan Kraton Surakarta. Oleh karena itu, peziarah awam yang tidak siap mengenakan pakaian adat Jawa, terpaksa hanya bisa melihat pintu gerbang pertama yang dibuat dari kayu jati berukir dan bertuliskan huruf Jawa berusia ratusan tahun, dengan grendel dan gembok pintu kuno. Hanya para juru kunci pemakaman itu yang bisa membuka gerbang tersebut. Jika toh masyarakat awam bisa melihat ”isi” di balik pintu gerbang pertama, itu pun ketika keluarga raja datang, pintu gerbang dibuka lebar, dan masyarakat bisa melongok sebentar sebelum gerbang itu ditutup. Rasa penasaran itu pula yang menyebabkan misteri makam raja Mataram tetap terpelihara. Makam Pengkhianat Kisah terpisahnya makam raja-raja Yogyakarta dan Surakarta itu berkaitan dengan pemberontakan Pangeran Mangkubumi terhadap abangnya, Sunan Pakubuwono III di Kartasura (Mataram). Sejarah mencatat, Sunan Paku Buwono III kala itu berada dalam cengkeraman kekuasaan Belanda. Pangeran Mangkubumi memberontak. Peperangan itu berakhir dengan Perjanjian Giyanti pada tahun 1755. Mataram dibagi dua. Di sisi barat adalah daerah Yogyakarta dan di sisi timur wilayah Surakarta. Pangeran Mangkubumi pun kemudian mengangkat dirinya sebagai Sultan Yogyakarta dengan gelar Sultan Hamengku Buwono I. Sejak itu pula prosesi pemakaman raja-raja keturunan Sultan Agung pun dibagi di dua tempat, di sisi kiri dan kanan makam Sultan Agung. Selain makam para raja itu, ternyata di salah satu tangga menuju makam itu terdapat sebuah nisan yang sengaja dijadikan tangga agar selalu diinjak oleh para peziarah. Nisan itu berada sekitar 10 meter dari pintu gerbang utama. Itulah nisan makam Tumenggung Endranata. Tumenggung itu dianggap mengkhianati Mataram dalam kisah perang melawan Belanda semasa pemerintahan Sultan Agung. Sebagai raja terbesar di Mataram, Sultan Agung kala itu berhasil menyatukan seluruh wilayah di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Setelah itu perhatiannya mengarah kepada musuh-musuh berasal dari luar, yaitu Belanda yang telah menguasai Jayakarta (Batavia/Jakarta). Pada tahun 1628 dan 1929 bala tentara Sultan Agung menyerang Jayakarta. Akan tetapi dua kali serangan itu gagal. Konon, salah satu penyebab kegagalan itu adalah ulah Tumenggung Endranata yang membocorkan siasat pertempuran. Keberadaan lumbung-lumbung bahan pangan untuk prajurit Mataram dibocorkan ke pihak musuh. Akibatnya, lumbung-lumbung itu kemudian dibakar tentara Belanda. Tumenggung itu kemudian ditangkap dan dipenggal kepalanya. Untuk mengenang dan sekaligus memperingatkan kepada rakyat Mataram agar pengkhianatan itu tidak terjadi lagi, tubuh tanpa kepala Tumenggung itu dikubur di salah satu kaki tangga ke Makam Imogiri agar semua orang bisa menginjak ”tubuh” pengkhianat itu. Di sisi lain, meski serangan Sultan Agung itu gagal, namun Gubernur Jenderal Belanda di Jayakarta, JP Coen, berhasil dibunuh. Nisan yang dijadikan batu tangga itu pun kini bentuknya sudah berlekuk lantaran terlalu banyak yang menginjak. Namun ada juga cerita versi lain. Badan tanpa kepala yang dikubur di tangga Imogiri itu adalah tubuh JP Coen sendiri sebagai simbol kebencian terhadap penjajahan. Mana yang benar, belum diketahui pasti. Akan tetapi penuturan cerita itu begitu saja meluncur dari para pemandu wisata. Bakar KemenyanBagi yang percaya, terutama masyarakat Jawa, rasanya tidak lengkap jika datang ke Makam Imogiri tidak disertai permohonan. Apakah ini yang disebut sinkretisme atau istilah apa pun, yang jelas masih banyak peziarah yang melakukan itu. ”Setiap malam Jumat Kliwon, malam Selasa Kliwon banyak peziarah yang datang ke sini. Mereka datang sejak siang atau sore kemudian menghabiskan malam hari dengan bertirakat di sini,” tutur Kanjeng Raden Tumenggung Resowinoto, Bupati Puralaya, pejabat kraton yang mengurusi pemakaman di Imogiri kepada SH. Menurut seorang pemandu wisata Sri Sumiyati, para peziarah itu banyak yang berasal dari Cilacap, Indramayu, dan Banyumas. ”Mereka percaya dengan berdoa di Makam Imogiri apa yang mereka inginkan terkabul. Para peziarah itu lebih berkiblat kepada raja-raja Yogyakarta,” tuturnya. Para peziarah itu, biasanya menghabiskan waktu di malam-malam sepi itu di beberapa bangunan mirip pendapa yang ada di kawasan itu. Baik itu yang dibangun oleh pihak Kasunanan Surakarta maupun Kasultanan Yogyakarta. Percaya atau tidak, setiap bulan Sura (Muharram), banyak peziarah yang datang ke Makam Imogiri. Meskipun di dalam ajaran Islam tidak dikenal ritual membakar kemenyan, toh para peziarah banyak yang membakar kemenyan wangi dan dupa wangi di sana. Akulturasi budaya antara Hindu, Jawa, dan Islam begitu kental di pemakaman raja-raja Mataram ini. Akulturasi budaya itu justru menciptakan kedamaian. Tidak ada konflik di sana. Semua mengalir dalam damai. Dan malam-malam penuh doa itu pun berjalan lancar hingga pagi. Para peziarah pulang dengan hati lapang dengan harapan: semoga permohonan ini diterima oleh Yang di Atas. Lonceng GerejaSah-sah saja jika di Makam Imogiri itu dibangun sebuah mesjid dan di samping mesjid ada makam Kyai Tumenggung Tjitrokoesoemo, seorang arsitek zaman pemerintahan Sultan Agung yang membangun Makam Imogiri tersebut. Lalu, ada pula lonceng gereja yang selalu didentangkan untuk menunjukkan waktu. Dua bangunan itu masih tampak baru. Bagi peziarah tampaknya tidak komplet jika belum menikmati minuman ”wedang cengkeh” yang dijual penduduk setempat di sana. Minuman itu rasanya khas, dan jelas tidak dijumpai di daerah lain. Minuman ini terbuat dari gula merah alias gula jawa, gula batu, daun cengkeh, daun pala, dan kulit kayu manis. Begitu diseduh dengan air panas akan muncul aroma sedap. ”Minuman ini hanya ada di Imogiri, Mas. Harganya murah, hanya Rp 1.000 per gelas besar. Jika ingin bawa pulang, bisa, satu plastik ramuan itu hanya Rp 750,” kata Rahayu Ningsih, ibu beranak tiga yang menjual minuman itu. Dan tentu saja, selain minuman itu masih ada lagi makanan khas Jawa lainnya seperti jadah (ketan tumbuk), tempe dan tahu bacem, serta pisang rebus. Nah, untuk datang ke Makam Imogiri akhirnya harus berbekal doa, pakaian adat Jawa, dan stamina prima. Kompleks itu memang amat luas. Dan satu lagi, tentu saja jangan lupa membawa pulang ramuan wedang cengkeh sebagai cindera mata nan sedap. (SH/ su herdjoko)

Tips & TricK Melancong


Tips Aman dan nyaman
Beberapa tips lain yang mungkin bisa Anda terapkan agar perjalanan dengan bus malam dapat berjalan dengan lancar.
1. Berdoa sebelum berangkat semoga perjalanan di lalui dengan lancar.
2. Membeli makanan atau minuman untuk persedian di atas bus.
3. Menjaga dan waspada dengan barang berharga.
4. Bisa mandi atau berseka dahulu untuk kesegaran dan tidak mengganggu penumpang lain.
5. Jangan berdandan atau berpakaian yang mencolok mata karena berpotensi Anda menjadi korban tindak keriminal.
6. Beli tiket lebih awal agar Anda bisa memilih tempat duduk yang nyaman. Pilihlah tempat duduk di tengah untuk kenyamanan selama perjalanan. Memilih tempat duduk yang psosinya pas di atas roda kurang tepat karena selama duduk Anda akan ter’lempar’ atau ter’banting’.
7. Minum obat anti mabuk jika Anda tipe orang yang mudah mabuk perjalanan.
8. Memilih kelas bus adalah pilihan Anda, jika membeli kelas SE (Super Executive) atau Executive tentunya ada perbedaan dalam pelayanan dan kenyamanan.
9. Bersyukur kepada Tuhan YME jika Anda sudah tiba di tujuan dengan selamat.
10. Hubungi saudara, teman atau orang yang Anda percaya nama bus, nomer polisi bus, jadwal keberangakatan dan tiba agar jika terjadi masalah atau sesuatu yang tidak di harapkan Anda bisa segera mendapat bantuan atau pertolongan dengan cepat dan mudah.